kampus

Sabtu, 19 November 2011

Sikap Muslim Terhadap Para Sahabat Yang Mulia




Sikap Muslim Terhadap
Para Sahabat Yang Mulia
﴿ موقف المسلم من الصحابة الكرام
]  Indonesia –  Indonesian – [ إندونيسي


Lajnah Daimah Untuk Riset Ilmu Dan Fatwa




Terjemah : Muhammad Iqbal A. Gazali
Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad






2011 - 1432
elogo




﴿ موقف المسلم من الصحابة الكرام
« باللغة الإندونيسية »


اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء



ترجمة: محمد إقبال أحمد غزالي
مراجعة: أبو زياد إيكو هاريانتو







2011 - 1432
elogo







بسم الله الرحمن الرحيم

Pandangan Muslim Terhadap Para Sahabat Yang Mulia
Lajnah Daimah Untuk Riset Ilmu Dan Fatwa

            Pertanyaan 1: Sesungguhnya banyak warga Turki muslim yang selalu  mengutuk Mu'awiyah Radiyallahu’anha dan putranya Yazid, apakah mereka pantas mengutuk mereka atau tidak?
            Jawaban 1: Adapun Mu'awiyah Radiyallahu’anha, ia adalah salah seorang sahabat Rasulullah Salallahu’alaihi wassalam dan salah satu penulis wahyu, dan semua sahabat beliau adalah orang beriman yang terbaik. Diriwayatkan tentang larangan mencela mereka, apalagi sampai mengutuk mereka. Disebutkan dalam Shahihain bahwa beliau bersabda:
قال رسول الله e : (خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ)
Rasulullah Salallahu’alaihi wassalam bersabda: "Sebaik-baik manusia adalah (yang hidup di) abadku (para sahabat), kemudian orang-orang yang mengiringi mereka (tabi'in), kemudian orang-orang yang mengiringi mereka (tabi'it tabi'iin)."[1]
Dan dalam hadits yang lain:
قال رسول الله e : (لاَتَسُبُّوْا أَصْحَابِي, فَوَ الَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ أَنْفَقَ أَحَدُكُمْ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلاَ نَصِيْفَهُ)
Rasulullah Salallahu’alaihi wassalam bersabda: "Janganlah kamu mencela sahabatku, demi Allah yang diriku berada di Tangan-Nya, jika seseorang darimu berinfak emas seperti bukit Uhud banyaknya niscaya tidak bisa mencapai seperti satu mud mereka dan tidak pula setengahnya."[2]
            Dan diriwayatkan dengan isnad yang jayyid (baik) tentang Mu'awiyah t:
قال رسول الله e : (اللهم عَلِّمْهُ الْكِتَابَ وَالْحِسَابَ وَقِهِ سُوْءَ الْعَذَابِ)
Rasulullah Salallahu’alaihi wassalam bersabda: "Ya Allah, ajarkanlah kepadanya kitab (al-Qur`an) dan hisab (berhitung) serta peliharalah ia dari siksa."[3] Syaikhul Islam menyebutkan hal itu.[4]
            Apabila hal itu sudah diketahui, maka di antara dasar Ahlus Sunnah wal Jama'ah terhadap para sahabat Rasulullah Salallahu’alaihi wassalam:
  1. Barangsiapa yang mengutuk salah seorang sahabat Rasulullah Salallahu’alaihi wassalam, baik itu Mu'awiyah Radiyallahu’anha atau yang lainnya: maka ia pantas mendapat hukuman berat dengan kesepakatan kaum muslimin. Namun mereka berbeda pendapat: apakah dihukum mati atau yang lebih ringan?
  2. Selamat lah hati dan lidah mereka terhadap para sahabat Rasulullah Salallahu’alaihi wassalam, sebagaimana digambarkan oleh AllahSubhanahuwata’alla dalam firman-Nya:
قال الله تعالى:﴿ وَالَّذِينَ جَآءُو مِن بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِاْلإِيمَانِ وَلاَتَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِينَ ءَامَنُوا رَبَّنَآ إِنَّكَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ 
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa:"Ya Rabb kami, beri ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyanyang". (QS. al-Hasyr:10)
  1.  Mereka berkata: Sesungguhnya atsar (berita) yang diriwayatkan tentang keburukan mereka, ada yang ditambah, dikurangi dan dirubah dari cerita sebenarnya, sedangkan yang shahih, mereka dimaafkan dan di perbolehkan. Jika mereka berijtihad yang benar, maka bagi mereka dua pahala, Dan jika berijtihad yang keliru, bagi mereka satu pahala, dan yang salah dimaafkan bagi mereka. Kendati demikian, mereka (Ahlus Sunnah) tidak menyakini bahwa semua sahabat adalah ma'shum (terpelihara) dari dosa-dosa besar dan kecil. Bahkan bisa saja mereka berbuat dosa dan bagi mereka ada kebaikan dan keutamaan yang membuat mereka mendapat ampunan jika mereka melakukan kesalahan. Sehingga diampuni kesalahan mereka, yang hal tersebut tidak diberikan kepada generasi setelah mereka, karena mereka mempunyai kebaikan yang bisa menghapuskan kesalahan yang tidak ada pada generasi setelah mereka. Sudah jelas dengan sabda Rasulullah Salallahu’alaihi wassalam bahwa mereka adalah sebaik-baik masa/abad, dan sesungguhnya satu mud dan setengahnya dari kebaikan/keutamaam mereka apabila bersedekah niscaya lebih utama dari bersedakah emas sebesar gunung Uhud dari generasi setelah mereka, seperti yang dijelaskan tersebut diatas. Kemudian bila ada dosa salah seorang dari mereka, dan ia telah bertaubat atau ia melakukan kebaikan yang menghapusnya atau diampuni baginya dengan keutamaan terdahulunya, atau dengan syafaat nabi Muhammad Salallahu’alaihi wassalam yang mereka paling berhak mendapat syafaatnya, atau mendapat cobaan di dunia yang bisa menebus dosanya. Apabila hal ini dalam dosa yang sudah pasti, maka bagaimana dengan perkara yang mereka berijtihad padanya? Jika mereka benar, bagi mereka dua pahala dan jika salah bagi mereka satu pahala, dan kesalahan diampuni baginya. Kemudian kadar yang diingkari dari perbuatan sebagian mereka sangat sedikit dibandingkan sisi kelebihan dan kebaikan mereka: berupa iman kepada Allah Subhanahuwata’alla dan rasul-Nya, jihad di jalan-Nya, hijrah, membela, ilmu yang bermanfaat, dan amal shalih.
  2. Mereka berkata: wajib bersikap objektif dalam perkara sahabat dan menahan diri dari perselisihan yang terjadi di antara mereka. Maka tidak dikatakan ma'shum bagi satu golongan dan berdosa bagi yang lain. Berbeda dengan ahli bid'ah dari kalangan Syi'ah dan Khawarij yang bersikap ghuluw dari dua sisi: satu golongan dipandang ma'shum dan satu golongan dipandang berdosa. Maka muncul bid'ah di antara mereka hingga mencela sahabat, bahkan memandang mereka fasik dan kafir kecuali sedikit sekali. Sebagaimana Khawarij mengkafirkan Ali Radiyallahu’anha, Utsman Radiyallahu’anha, dan membolehkan membunuh mereka. Mereka itulah yang disabdakan oleh Nabi Muhammad Salallahu’alaihi wassalam:



قال رسول الله e : (تَمْرُقُ مَارِقَةٌ عَلَى حِيْنِ فِرْقَةٍ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ تَقْتُلُهَا أَوْلَى الطَّائِفَتَيْنِ بِالْحَقِّ)
Rasulullah Salallahu’alaihi wassalam bersabda: "Menembus (satu golongan) yang menembus saat (terjadi) perpecahan di kalangan umat Islam, yang paling utama dengan kebenaran dari dua golongan adalah  yang memeranginya."[5]
Maka Ali Radiyallahu’anha memerangi mereka. Mereka itulah yang menembus/melewati, yang keluar (membangkang) terhadap Ali Radiyallahu’anha dan mengkafirkan semua yang loyal kepadanya. Nabi Muhammad Salallahu’alaihi wassalam bersabda kepada Hasan bin Ali Radiyallahu’anha:
قال رسول الله e : (إِنَّ ابْنِي هذَا سَيِّدٌ, وَسَيُصْلِحُ اللهُ بِهِ بَيْنَ فِئَتَيْنِ عَظِيْمَتَيْنِ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ)
Rasulullah Salallahu’alaihi wassalam bersabda: "Sesungguhnya anakku ini adalah sayyid (pemimpin), dan Allah Subhanahuwata’alla akan mendamaikan dengannya di antara dua golongan besar dari kaum muslimin."[6]
Maka ia mendamaikan di antara pendukung Ali Radiyallahu’anha dan Mu'awiyah Radiyallahu’anha, maka ia menunjukkan bahwa ia melakukan yang dicintai oleh Allah Subhanahuwata’alla dan rasul-Nya, dan sesungguhnya dua golongan tadi bukanlah seperti Khawarij yang Rasulullah Salallahu’alaihi wassalam menyuruh memerangi mereka. Karena inilah Ali Radiyallahu’anha merasa senang memerangi Khawarij dan bersedih hati karena peperangan Shiffin dan Jamal dan ia menampakkan rasa sedih dan duka. Sebagaimana wajib membebaskan kedua golongan (dari berbagai tuduhan) dan memohon rahmat dari yang terbunuh dari kedua golongan, karena hal itu termasuk perkara yang disepakati dan sesungguhnya kedua golongan tersebut adalah beriman. al-Qur`an telah bersaksi baginya dan sesungguhnya peperangan orang-orang beriman tidak mengeluarkan mereka dari iman, firman Allah Subhanahuwata’alla:
قال الله تعالى:﴿ bÎ)ur Èb$tGxÿͬ!$sÛ z`ÏB tûüÏZÏB÷sßJø9$# (#qè=tGtGø%$# (#qßsÎ=ô¹r'sù $yJåks]÷t/ (
Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mu'min berperang maka damaikanlah antara keduanya.. (QS. al-Hujuraat: 9)
Dan hadits yang diriwayatkan  dan menyatakan bahwa: 'Apabila dua khalifah berperang, maka salah satu dari keduanya adalah terkutuk.' Adalah dusta yang dibuat-buat, tidak diriwayatkan oleh seorang pun dari ulama hadits.[7]
            Mu'awiyah tidak pernah mengaku sebagai khalifah dan tidak dibai'at baginya ketika ia memerangi Ali Radiyallahu’anha. Ia tidak memerangi Ali Radiyallahu’anha karena dia seorang khalifah dan tidak pula merasa bahwa ia berhak atas jabatan khalifah, ia dan para pendukungnya tidak ingin memulai perang dengan Ali Radiyallahu’anha. Bahkan tatkala Ali Radiyallahu’anha melihat bahwa membai'atnya dan taat kepadanya, karena jika ada dua khalifah bagi manusia dan sesungguhnya salah satu dari mereka tidak taat kepadanya, ia berpendapat agar memerangi mereka sampai mereka menunaikan kewajiban dan ada sikap taat dan persatuan (jama'ah). Sedang mereka berkata: sesungguhnya hal itu tidak wajib kepada mereka sehingga diambil hak Utsman Radiyallahu’anha dari orang yang memberontak atasnya dan membunuhnya dari orang yang termasuk dalam pasukan Ali Radiyallahu’anha.
            Adapun Yazid bin Mu'awiyah, maka manusia padanya ada dua sisi dan pertengahan, dan pendapat yang paling adil baginya bahwa ia adalah salah seorang raja dari raja-raja kaum muslimin, baginya ada sisi kebaikan dan keburukan, ia tidak terlahir kecuali di masa khalifah Utsman Radiyallahu’anha, dan ia tidak kafir, akan tetapi telah terjadi malapetaka di masa pemerintahannya, yaitu terbunuhnya Husain bin Ali Radiyallahu’anha dan itu merupakan tindakan biadab terhadap ahli Harah. Ia bukan sahabat dan bukan termasuk  wali Allah Subhanahuwata’alla yang shalih.
            Syaikhul Islam rahimahullah berkata[8]: Ini adalah pendapat umumnya Ahlus Sunnah Waljamaah. Adapun yang berkaitan dengan  kutukan kepadanya, maka manusia ada tiga golongan: golongan yang mengutuknya, golongan yang mencintainya, dan golongan yang tidak mengutuknya dan tidak mencintainya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: Inilah (ketiga golongan) yang ditegaskan dalam riwayat dari Imam Ahmad, dan yang bersikap netral dari pengikutnya dan selain mereka dari kaum muslimin. Pendapat yang pertengahan ini berdasarkan keyakinan bahwa tidak terbukti kefasiknya yang mengharuskan ia mendapat kutukan, atau berdasarkan kaidah bahwa orang fasik tidak boleh dikutuk secara khusus, bisa jadi haram atau makruh. Diriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari dari Umar Radiyallahu’anha dalam cerita Abdullah bin Hammar Radiyallahu’anha [9] yang berulang kali minum arak dan Rasulullah e mencambuknya. Tatkala sebagian sahabat mengutuknya:

قال رسول الله e : (لاَتَلْعَنْهُ فَإِنَّهُ يُحِبُّ اللهَ وَرَسُوْلَهُ)
`Rasulullah Salallahu’alaihi wassalam bersabda: "Janganlah engkau mengutuknya, sesungguhnya ia mencintai Allah Subhanahuwata’alla dan rasul-Nya."[10]
Dan beliau juga bersabda:
قال رسول الله e : (لَعْنُ الْمُؤْمِنِ كَقَتْلِهِ)
Rasulullah Salallahu’alaihi wassalam bersabda: "Mengutuk seorang mukmin sama seperti membunuhnya."[11]
Sebagaimana nash-nash ancaman secara umum dalam memakan harta anak yatim, zina, dan mencuri, maka tidak boleh bersaksi terhadap seseorang secara khusus bahwa ia adalah penghuni neraka, karena bisa jadi telah terjadi sesuatu yang membuat kenyataan menjadi berbeda: bisa jadi karena taubatnya, bisa jadi karena kebaikannya, bisa jadi karena mendapat musibah yang menebus dosa, bisa jadi mendapat syafaat yang diterima, dan berbagai penebus dosa lainnya. Dari sisi inilah yang mendasari larangan untuk mencela dan mengutuknya.
            Adapun dari sisi tidak mencintainya, karena ia tidak kelihatan melakukan amal shalih yang mengharuskan mencintainya. Maka tetaplah ia sebagai seorang penguasa, dan mencintai jenis seperti ini tidak disyari'atkan, juga karena kefasikan dan kezaliman yang dilakukan olehnya, seperti  peristiwa pembunuhan terhadap Husen Radiyallahu’anha dan peristiwa Harah merupakan bukti atas hal itu.
Wabillahit taufik, semoga shalawat dan salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.
Fatawa Lajnah Daimah 3/282-285.

            Pertanyaan 2: Bagaimanakah bersikap terhadap seseorang yang mencela ketiga sahabat?
            Jawaban 2: Sahabat Rasulullah Salallahu’alaihi wassalam adalah umat terbaik dan Allah Subhanahuwata’alla memuji mereka dalam kitabnya:
قال الله تعالى:﴿ šcqà)Î6»¡¡9$#ur tbqä9¨rF{$# z`ÏB tûï̍Éf»ygßJø9$# Í$|ÁRF{$#ur tûïÏ%©!$#ur Nèdqãèt7¨?$# 9`»|¡ômÎ*Î/ šÅ̧ ª!$# öNåk÷]tã (#qàÊuur çm÷Ztã £tãr&ur öNçlm; ;M»¨Zy_ ̍ôfs? $ygtFøtrB ㍻yg÷RF{$# tûïÏ$Î#»yz !$pkŽÏù #Yt/r& 4 y7Ï9ºsŒ ãöqxÿø9$# ãLìÏàyèø9$# ÇÊÉÉÈ  
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar. (QS. at-Taubah::100)
Dan firman-Nya:
قال الله تعالى:﴿ ôs)©9 š_ÅÌu ª!$# Ç`tã šúüÏZÏB÷sßJø9$# øŒÎ) štRqãè΃$t7ム|MøtrB Íotyf¤±9$# zNÎ=yèsù $tB Îû öNÍkÍ5qè=è% tAtRr'sù spuZŠÅ3¡¡9$# öNÍköŽn=tã öNßgt6»rOr&ur $[s÷Gsù $Y6ƒÌs% ÇÊÑÈ  
Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mu'min ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya). (QS. 48:18)
Juga ayat-ayat lainnya yang Allah Subhanahuwata’alla memuji para sahabat dan berjanji memasukkan mereka ke dalam surga. Abu Bakar Radiyallahu’anha, Umar Radiyallahu’anha, Utsman Radiyallahu’anha, dan Ali Radiyallahu’anha termasuk generasi pertama yang terdahulu. Termasuk orang yang melakukan bai'at di bawah pohon. Nabi Muhammad Salallahu’alaihi wassalam telah membai'at Utsman Radiyallahu’anha, maka bai'at itu merupakan persaksian baginya dan kepercayaan dari Nabi Muhammad Salallahu’alaihi wassalam kepadanya, dan ia lebih kuat dari pada bai'at Nabi Muhammad Salallahu’alaihi wassalam kepada yang lain. Nabi Muhammad Salallahu’alaihi wassalam telah memuji mereka dalam hadits yang sangat banyak secara umum dan terperinci, terutama Abu Bakar Radiyallahu’anha, Umar Radiyallahu’anha, Utsman Radiyallahu’anha, dan Ali Radiyallahu’anha. Dan Nabi Muhammad Salallahu’alaihi wassalam memberi kabar gembira kepada mereka dengan berita masuk surga bersama beberapa orang sahabat lainnya dan memperingatkan orang yang mencela mereka.
قال رسول الله e : (لاَتَسُبُّوا أَصْحَابِي, فَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَوْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا أَدْرَكَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلاَ نَصِيْفَهُ)
Rasulullah Muhammad Salallahu’alaihi wassalam bersabda: 'Janganlah kamu mencela sahabatku, sesungguhnya  jika salah seorang darimu berinfak emas sebesar bukit Uhud, niscaya tidak bisa menyamai satu mud salah seorang dari mereka dan tidak pula setengahnya."[12] HR. Muslim dalam Shahihnya, dari jalur Abu Hurairah Radiyallahu’anha dan Abu Sa'id Radiyallahu’anha.
            Maka barangsiapa yang mencela sahabat Rasulullah Salallahu’alaihi wassalam -terutama sekali tiga orang yang ditanyakan, yaitu Abu Bakar Radiyallahu’anha, Umar Radiyallahu’anha, dan Ustman Radiyallahu’anha - sungguh ia telah menyalahi al-Qur`an dan Sunnah, dan menentang keduanya dengan celaannya terhadap mereka. Ia tidak berhak mendapatkan ampunan yang dijanjikan Allah Subhanahuwata’alla, dan kepada generasi yang datang sesudah mereka meminta ampunlah untuk mereka, dan berdoa kepada Allah Subhanahuwata’alla agar jangan menjadikan di hatinya sifat dengki kepada orang-orang yang beriman. Dan karena ia mencela mereka bertiga dan semisal mereka, wajib memberi nasehat kepadanya, mengingatkan keutamaan mereka, dan memperkenalkan kepadanya derajat-derajat mereka, serta jasa mereka terhadap Islam dan kaum muslimin. Jika ia bertaubat maka ia termasuk saudara kita di dalam agama. Jika ia tetap mencela mereka niscaya wajib memegang tangannya, serta menjaga diri kita  agar kita jangan sampe terpengaruh oleh nya. Siapa yang tidak mampu mengingkari dengan lisan dan tangannya, maka dengan hatinya. Ini adalah selemah-lemah iman, seperti yang disebutkan dalam hadits yang shahih.[13]
Fatawa Lajnah Daimah 3/286-287.

                                                                


[1]  HR. Al-Bukhari 2651, 2652, 3650, 3651, 6428, 6658, 6695 dan Muslim 2533 dan 2534 dan selain keduanya.
[2]  HR. Al-Bukhari 3673, Muslim 2540 dan 2541, Ahmad 3/11, 54, 63 dan yang lainnya. Satu mud adalah takaran di masa lalu, di masa sekarang diperkirakan sekitar 675 gram.
[3]  HR. Ahmad dalam Musnad 4/127, dan dalam "Fadhailush shahabah" 1748, 1749, dan yang terakhir adalah mursal, al-Bazzar dan ath-Thabrani sebagaimana dalam 'Majma' Zawaid' (9/356) dan ia berkata: padanya ada al-Harits bin Ziyad dan aku tidak menemukan yang mentsiqahkannya...' dan ia menyandarkannya bagi Thabrani dalam lembaran yang sama secara mursal. Adz-Dzahabi berkata dalam Siyar 'Alamin Nubala' 3/120: baginya ada syahid yang kuat dari hadits Abdurrahman bin Abi Umairah. Dan al-Bukhari meriwayatkan dalam at-Tarikh Kabir (1405), dan Ibnu Hibban dalam Shahihnya (7210).
[4]  Majmu' Fatawa 35/64.
[5] HR. Ahmad 3/32, 48, Muslim 1065, Abu Daud 4667 dan yang lain.
[6]  HR. Ahmad 3/37. 44, 49, 51, al-Bukhari  2704, 3629, 3746, 7109 dan selain keduanya.
[7]  Majmu' Fatawa Ibnu Taimiyah 35/72.
[8]  Majmu' Fatawa (3/409 -414) dan 4/443, 484 506.-
[9]  Yang benar namanya adalah Abdullah dan diberi gelar hammar. Lihat al-Bukhari 2780 dan al-Ishabah 2/117 (1815.)
[10]  HR. Al-Bukhari 6780, Abu Ya'la al-Mushuli dalam Musnadnya (176-177), Abdur Razzaq dalam 'Mushannaf'nya (13552, 17082) dan al-Bazzar dalam'Musnad'nya (169 dan yang lainnya.
[11]  HR. Al-Bukhari (6047, 6105, 6652) dan Muslim (110).
[12]  Lihat takhrij di atas.
[13]  HR. Muslim 49

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

" tolong komentarnya untuk kedepan agar lebih bagus "